• komunikasi.umm.ac.id.

Lulus Lewat Jalur Prestasi Internasional, Karya Mahasiswa Komunikasi UMM ini Merambah Mancanegara

Rabu, 27 Maret 2024 17:04 WIB

Dua mahasiswa Prodi Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Digi Arafah dan Rizky Adha Dharmawan patut berbangga. Keduanya lulus melalui jalur non-skripsi setelah mengukir prestasi internasional. Kali ini bukan prestasi di bidang film, fotografi, jurnalistik atau public relations. Tapi video mapping art.

Bidang seni rupa yang relatif baru ini adalah sebuah teknik pencahayaan artistik yang membuat benda-benda yang umumnya bukan bidang datar melainkan seperti tumpukan kotak, bangunan, gedung, atau bahkan sebuah candi menjadi layar tampilan untuk sebuah proyeksi video. Digi dan Rizky menekuni bidang ini sejak masuk di peminatan Komunikasi Audio Visual.

Di Indonesia, seni seperti ini pernah ditampilkan di Jakarta ketika gala dinner di pembukaan KTT Asean beberapa waktu lalu. Gedung-gedung pencakar langit di kawasan Sudirman disulap menjadi layar visual yang sangat artistik.

 Digi dan Rizky dinyatakan lulus tanpa harus mengerjakan skripsi setelah meraih posisi runner up di ajang Malaysia Projection Mapping Competition (TERANG) 2023 pada Oktober tahun lalu. “Alhamdulillah kami juara dua, mengalahkan kontestan dari negara lain, termasuk dari dalam negeri ada dari Jurusan Desain Komunikasi Visual ITB,” kata Rizky, Rabu (27/3/2024), bangga.

Kemenangannya di Malaysia itu diraih berkat keunikan karyanya yang mengangkat budaya Indonesia. Karya itu diberi judul Guardian of Heritage “Rusa Pemberani”. “Kami ingin memasukkan unsur budaya Indonesia yang harus kita kenalkan kepada publik dunia. Kita harus melestarikan budaya yang kita miliki,” tambah Digi.

Digi menambahkan, sejak kuliah ia memiliki interest lebih di bidang sinematografi dan semiotika. Menurutnya pembelajaran yang ia dapat memberinya kecakapan untuk mengolah pesan di dalam karyanya.

“Pembelajaran semiotika saya pakai dalam membuat karya. Tujuannya untuk lebih memudahkan audience mencerna pesan, sehingga pesan itu bisa sampai ke audience,” ujar Digi.

Usai lulus, keduanya makin kreatif dan dikenal di kalangan sesama pekarya visual mapping artists. Karya-karyanya pernah ditayangkan di Yunani dan Korea Selatan.

Di Yunani, Digi berhasil menjadi finalis hingga karyanya ditayangkan di Cosmopolis Festival Kota Kavala. Karyanya bercerita tentang Dancing in the Dark: Visual Mapping Post-Punk.

Sedangkan di Korea Selatan, karyanya ditayangkan di tembok Museum Donuimun. “Sangat mengesankan, saya menjadi digital artist showcase selama dua bulan di Korea,” ungkap Digi.

Digi tak menampik setelah menekuni seni ini semakin bersemangat berbagi. Bermodal portofolio itu ia kini sering diundang kampus lain untuk memamerkan karyanya. Salah satunya adalah menjadi guest artist di prodi Desain Komunikasi Visual Universitas Brawijaya (UB) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Tak hanya itu, Digi masih sering diundang dalam berbagai kompetisi video mapping. Melalui studio kecil yang dimilikinya, ia juga menyediakan jasa untuk mengisi berbagai event pameran dan festival.

Ketua Prodi Komunikasi UMM, Nasrullah, mengungkapkan pemberian konversi karya kreatif dan prestasi internasional sebagai pengganti skripsi sudah lama diberlakukan di prodinya. Sebelum ini, tiga mahasiswanya juga lulus lewat jalur non-skripsi setelah memenangkan festival film internasional di Amerika Serikat.

“Kami pastikan bahwa karya-karya mahasiswa itu sudah diverifikasi, termasuk syarat-syarat rekognisi dari publik maupun melalui proses kurasi yang ketat. Selain itu, mahasiswa juga tetap perlu membuat laporan untuk memastikan bahwa karyanya diproses sesuai dengan prosedur karya kreatif berbasis keilmuan yang tepat,” terang Nasrullah.

Komunikasi UMM merupakan prodi yang telah menerapkan alternatif non-skripsi jauh hari sebelum ditetapkannya Permendikbudristek no 53/2023. Melalui kebijakan ini, tak sedikit mahasiswa yang memiliki passion di bidang komunikasi kreatif-digital membuat karya monumental dan memperoleh pengakuan masyarakat luas.

Diakui Nasrullah, akreditasi internasional dari FIBAA Jerman yang diraih prodinya memang mengakui cara ini sebagai terobosan baru. Meski demikian, sebagai penyelenggara pendidikan level sarjana (S1), pihaknya tidak akan menghilangkan aspek akademik disamping aspek keterampilan teknis. (jan)

Shared: